NAGEKEO - Puluhan tahun lamanya warga Dusun Kaburea, Desa Tendakinde, Kecamatan Wolowae, Kabupaten Nagekeo NTT, belum menikmati air bersih.
Bahkan untuk memenuhi kebutuhan air, mereka terpaksa mengkonsumsi air sungai yang belum jelas standar kesahatan dan juga standar PH air layak konsumsi.
Lebih mirisnya lagi, pada saat musim tiba hingga membajiri sungai Kebhi, warga Kaburea harus berulangkali melakukan penyulingan menggunakan peralatan seadanya hingga benar-benar mendapatkan air jernih yang belum tentu bersih.
Sungai Kebhi ialah sungai yang membatasi Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Ende. Sungai ini menjadi satu-satunya sumber air untuk warga Kaburea (Kabupaten Nagekeo) dan warga Nioniba (Kabupaten Ende).
Keluhan tentang air bersih ini seringkali disampaikan ke Pemerintah Kabupaten Nagekeo, namun, hingga saat ini belum mendapat jawaban khususnya jawaban dari pemegang kebijakan daerah.
Seperti yang diungkapkan salah satu warga Kaburea, sebut saja Awiwu. Kata dia, menjadi harapan masyarakat Kaburea ialah pemerintah terutama Pemerintah Kabupaten Nagekeo dapat memperhatikan keluhan tentang air bersih untuk warga Kaburea.
"Kami sangat berharap Pemerintah Daerah Kabupaten Nagekeo dapat memperhatikan keluhan terkait persoalan air bersih di Dusun Kaburea ini, " ucap Awiwu, Minggu (29/5/2022) di kediamannya di Kaburea.
Lebih lanjut Awiwu menuturkan, kekhawatiran tersendiri bagi warga Kaburea ketika memasuki musim penghujan di bulan Desember dan juga pasang laut naik pada bulan Juni hingga Agustus.
Pasalnya, air sungai kebhi yang menjadi satu-satunya sumber air bagi warga Kaburea, jika memasuki bulan tersebut akan mudah tercemar bahkan kontor karena banjir dan juga rasa payau lantaran bercampur air laut.
"Yang menjadi kekhawatiran kami ketika memasuki bulan Juni sampai Agustus ketika air laut pasang naik dan juga bulan Desember ketika memasuki musim penghujan. Karena kalau Juni, Agustus, itu air laut pasang naik sampai ke atas sungai dan air sungai rasanya payau. Kalau bulan Desember itu kami lebih sulit lagi mendapatkan air bersih sebab sungai Kebhi sudah pasti banjir di bulan dengan curah hujan tinggi seperti itu, " ujarnya.
Namun berbicara tentang air ini, Pemerintah Kabupaten Nagekeo melalui Wakil Bupati Nagekeo, Marianus Waja pernah mengutarakan tekad bahwa persoalan air bersih di Nagekeo akan tuntas di tahun 2023.
Hal itu disampaikan Wabup Marianus dalam Deklarasi Rembuk Stunting beberapa waktu lalu di Tutubadha yang melibatkan seluruh Pimpinan SKPD, camat serta kepala desa/lurah di Nagekeo dalam kegiatan tersebut.
Komitmen menuntaskan akan persoalan air bersih di Kabupaten Nagekeo, kata Wabup Marianus, berbicara mengenai rembuk stunting tanpa dukungan ketersediaan air bersih sama dengan berbicara tidak tuntas.
"Kenapa, karena ini berkaitan dengan stunting, karena omong soal stunting ini kalau tidak ada air, tidak tuntas, " ujarnya.
Menurut Wabup Marianus, pada usia Kabupaten Nagekeo yang sudah memasuki periode ketiga, sejak dimekarkan dari Kabupaten induk Ngada, sudah semestinya kebutuhan akan air minum dituntaskan.
Dia mengungkapkan, air adalah kebutuhan dasar masyarakat, berurusan dengan kesehatan dan kenyamanan hidup. Tidak boleh ada lagi masyarakat yang mengalami kesulitan air bersih, karena dengan air orang bisa urus apa saja, termasuk memanfaatkan pekarangan rumah untuk tanaman palawija.
Berkaitan dengan alokasi anggaran, Wabup Marianus menuturkan, Pemerintah Nagekeo melalui Bapelitbangda bersama Dinas PUPR sudah melakukan koordinasi termasuk memangkas beberapa item program guna berkonsentrasi pada air bersih.
"Kalau ada beberapa kegiatan yang tidak diakomodir karena air bersih itu jangan heran. Sekarang peraturan keluar 40 persen infrastruktur, 20 persen pendidikan, 10 persen kesehatan dan 1 persen di pengawasan. Sehingga 40 persen infrastruktur itu kita fokus urus air bersih, " ujarnya.
Pengamatan Wabup Marianus yang selama ini sudah melakukan kunjungan ke desa-desa, tidak ada wilayah di Kabupaten Nagekeo yang tidak memiliki air. Hanya, ketersedian air di setiap wilayah itu berbeda-beda.
"Tugas Pemda, mengurus air dari sumber mata air ke tempat umum, selanjutnya dari tempat umum ke rumah-rumah dengan dibiayai oleh Dana Desa. Air yang berada di bawah bukit kita cari solusi entah itu pakai solar shel, listrik PLN atau pakai diesel. Prinsipnya harus ada air yang diangkat kalaupun memang harus dipompa, " ujarnya